Sabtu, 01 Juni 2013

Rujuwani Rabith, Cari Mitra Agribisnis Jahe

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Pepatah itu seolah menyiratkan dengan kondisi Rujuwani Rabith saat memilih terjun ke dunia bisnis. Berangkat dari lingkungan keluarga pengusaha, dia pun terpincut untuk menjadi seorang entrepreneur sebagaimana ayahnya, Haji Harun Rahim yang lebih dikenal sebagai pengusaha konstruksi di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Debut Rujuwani berkiprah di panggung bisnis dimulai tahun 2004. “Setelah lulus kuliah, saya langsung terjun ke dunia bisnis konstruksi. Jadi, setelah sarjana belum pernah kerja sama orang. Hanya saat kuliah saja freelance kerja sebagai sales promotion girl penjualan produk handphone untuk tambah uang jajan,” kenang wanita lulusan Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang, Jawa Timur itu.
Rujuwani Rabith
Sektor konstruksi menjadi pilihan bisnis wanita berhijab ini. Mengapa? Selain dia sudah berpengalaman mengikuti sepak terjang bisnis konstruksi milik sang ayah, bidang ini juga sesuai dengan latar belakang pendidikan S1-nya. Meski demikian, proyek yang sering ditangani tim Rujuwani adalah pengairan atau irigasi. “Kadang-kadang diajak teman juga untuk mengerjakan proyek desain interior,” ucap kelahiran Kendari, 12 Juni 1977.
Ada dua perusahaan yang memayungi bisnis konstruksi Rujuwani. Pertama, PT Kendari Nusa Raya. Kedua, CV Bhinneka Karya.
Lantas, berapa modal awal untuk berbisnis konstruksi? “Enaknya kalau usaha konstruksi itu tidak perlu modal besar, soalnya nilai proyek biasanya sudah dibayar di muka oleh klien sebesar 30%,” ujarnya yang enggan buka kartu tentang jumlah dana yang digunakannya untuk merintis usaha. Yang jelas, kata dia, sebagian perlengkapan kontruksi, seperti heavy equipment sebagian memanfaatkan aset dari perusahaan orangtuanya.
Di Kendari, Rujuwani mengaku, perusahaannya bukanlah market leader konstruksi. Namun, reputasi baik keluarganya di bisnis itu bisa menjadi garansi profesionalisme kerja dan lamanya pengalaman mengarungi usaha jasa kontruksi. “Saya totalitas kalau bekerja, terjun langsung ke lapangan. Bahkan sering nginap di lokasi proyek,” ujar wanita yang belum dikaruniai momongan ini. Kebetulan, suaminya berbeda profesi, yaitu Muhammad Rabith, seorang jaksa di Kendari, namun men-support bisnis Rujuwani, sehingga sering diajak juga meninjau lokasi proyek.
Soal nilai proyek irigasi yang digarap, bervariasi jumlahnya. Tetapi, dia enggan memaparkan jumlah nominalnya. Begitu halnya jumlah karyawan beragam untuk yang musiman. “Kalau karyawan tetap di kantor hanya 5 orang, tapi untuk freelance bisa mencapai ratusan orang,” Rujuwani menegaskan.
Bagi anak dari 6 bersaudara ini, bisnis konstruksi dituntut memiliki networking luas. Sebab, besar kecilnya proyek ditentukan seberapa piawai melobi relasi untuk mendapatkan proyek sebanyak-banyaknya. Menyadari prospek bisnis konstruksi yang tidak pasti itu, Rujuwani melakukan diversifikasi usaha. Dari konstruksi saat ini, dia melirik sektor agribisnis, khususnya budidaya jahe.
Mengapa agribisnis? “Kebetulan kami memiliki lahan 500 hektar yang kosong, sehingga bisa dioptimalkan untuk perkebunan,” kata pehobi organisasi baik di lingkungan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) maupun yang terkait dengan ikatan konstruksi, arsitektur, dan sebagainya.
Dijelaskannya, lokasi lahan 500 hektar terletak di Kabupaten Konawe Selatan, jaraknya sekitar 2 jam jika ditempuh dengan mobil dari Kendari. Lahan ini diklaimnya siap pakai. Dan karena masa penanaman hingga panen jahe hanya butuh waktu beberapa bulan saja, maka sisa waktu berikutnya dalam setahun dimanfaatkan untuk tanam kakao/coklat dan kelapa sawit.
Berapa investasi kebun jahe? “Sekitar Rp 5 miliar untuk biaya beli bibit dengan asumsi bahwa harga jahe Rp10 ribu per kilogram,” ujarnya seraya mengatakan bahwa komoditas jahe dipilih lantaran mengikuti jejak orangtuanya juga yang sejak lama mengelola perkebunan jahe di Kendari. Jahe-jahe tersebut dijual untuk pasar wilayah Kendari dan sekitarnya. “Produksinya terbatas, jadi belum sampai diekspor atau dipasarkan ke Jawa,” dia menerangkan.
Rujuwani Rabith, sediakan lahan 500 hektar untuk kebun jahe
Berbisnis jahe memiliki multiplier effect, seperti mengurangi angka pengangguran dan menggerakkan ekonomi daerah. “Sektor agribisnis ini juga terkait upaya mempertahankan pangan sebagai hasil ekonomi Sulawesi Tenggara yang saat ini banyak digeser oleh aktivitas pertambangan,” keluh Bendahara Umum BPD Hipmi Sulawesi Tenggara itu dengan nada prihatin.
Menurut Rujuwani, berkebun jahe seluas 500 hektare ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja hingga 5.000 orang dengan asumsi 1 hektare tanah menyerap 10 orang tenaga kerja. Begitu besarnya manfaat pertanian jahe, maka Rujuwani pun berniat menarik investor untuk bekerja sama. Khusunya, dari kalangan pelaku bisnis pabrikan jamu atau obat-obatan herbal, seperti PT Deltomed atau PT Sido Muncul.
Saya ingin mencari investor dari kalangan manufaktur obat-obatan herbal untuk menampung produksi jahe kami. Sebab, mayoritas pabrik herbal berada di Jawa, sedangkan lahan di Jawa terbatas. Jadi, kami unggul dalam kepemilikan lahan yang luas untuk menghasilkan jahe yang lebih banyak sebagai bahan baku pabrik obat-obatan herbal,” Rujuwani menegaskan obsesi bisnis tersebut. 

sumber : http://swa.co.id/entrepreneur/rujuwani-rabith-cari-mitra-agribisnis-jahe

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Hello ,

I am Jun Jin am willing venture into profitable business with you also willing to deal with you in trust and confidence.

I have equity capital in my custody for profitable investment.

To proceed, let me have your business plan/proposals ( junjinxxxx @ g m a i l . c o m )

Yours,
Jun

Posting Komentar