Selasa, 04 Juni 2013

Indra Sosrodjojo dan Pilihan Bisnisnya

Indra sudah sangat yakni akan bisnis yang sedang dijalaninya. Menurut anak tertua dari Soatjipti Sosrodjojo ini, pasar software di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, rata-rata 14% tiap tahunnya.
“Perkembangan kebutuhan software di Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun, dari US$ 687 juta di tahun lalu, akan menjadi US$ 800 juta di tahun ini, atau naik 14%,” kata pria kelahiran 1957 ini.

Menurut Indra, pertumbuhan software tersebut menunjukkan market opportunity yang besar. “Pemain lokal harus banyak yang bermain di bisnis ini,” tambahnya.
Bagaimana ceritanya seorang anak dari keluarga pebisnis teh paling tersohor di negeri ini malah lebih dikenal sebagai tokoh bisnis software lokal? “Sejak muda saya lebih menyukai bidang teknologi informasi terutama pada elektronik.
Selepas lulus SMA, pada tahun 1979, Indra memilih kuliah di Fakultas Elektro Universitas Trisakti Jakarta. Bahkan kecintaannya terhadap teknologi informasi (TI) juga ditunjukkannya saat dia memutuskan untuk memberikan kursus komputer di sekolah-sekolah menengah di Jakarta.
Setelah dari Trisakti, dia meneruskan kuliah di Amerika Serikat dengan mengambil bidang administrasi bisnis di Bridgeport University di Connecticut. Kemudian dia kembali ke Indonesia pada 1985 dan mulai mengembangkan bisnis software melalui PT Grahacendekia Inforindo yang memberikan jasa perancangan sistem, konsultasi manajemen dan software house.
Setelah beberapa lama berjalan, perkembangan usaha software house terlihat lebih melesat dibanding lainnya. Oleh sebab itu, pada 1992 divisi software memperkenalkan nama dagang “Andal Software”. Sejak tahun 1992 Andal Software memusatkan bisnisnya pada pembuatan software paket untuk masal dan berkonsentrasi pada aplikasi sistem penggajian (payroll).
Hingga kini piranti lunak dengan merek Andal sudah memiliki tempat tersendiri di pasar software nasional. Bahkan Andal Software telah memiliki lebih dari 100 klien yang berasal dari bidang pertambangan, perbankan, garmen, hotel, manufakturing dan lain-lain.
Menjalani bisnis software di Indonesia buat Indra meski peluangnya besar, namun tidak mudah. Sebab industri software hingga saat ini masih didominasi perusahaan asing. Meski demikian, dia tetap memiliki mimpi besar yang harus terwujud, yaitu industri peranti lunak lokal bisa menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
“Pemerintah, bisa berperan banyak dalam mendorong pertumbuhan industri peranti lunak dengan mengambil peran sebagai pemasar piranti lunak lokal,” kata Indra.
Dia mencontohkan apa yang terjadi di Malaysia. Negara jiran itu mempunyai badan yang disebut dengan Multimedia Super Coridor (MSC), suatu badan negara yang membantu perusahaan piranti lunak Malaysia untuk bertumbuh dan berkembang dalam bidang pemasaran dan penelitian. MSC mendorong dan bahkan mengharuskan piranti lunak yang digunakan Pemerintah Malaysia berasal dari perusahaan-perusahaan yang bergabung dalam MSC.
Selain itu, peran lain yang bisa dijalankan pemerintah adalah dengan membangun software park seperti di India dan China. Keberadaan software park itu, kata Indra akan membuat sumber daya akan menjadi satu dan murah seperti koneksi internet dengan jalur yang lebar, harga listrik yang murah, serta pembinaan industri piranti lunak lebih mudah dan murah.
“Inovasi software bagian dari industri kreatif. Pengeluaran biaya TI di Indonesia hingga 2015 akan mencapai US$ 10,2 miliar (sekitar Rp 91 triliun). Ini peluang untuk mengambil sebagian besar pangsa software.”
Dalam berbisnis software, Indra mengaku masih merasa perlu untuk tetap fokus di bidang payroll, setidaknya dalam 3-4 tahun ke depan. “Sejauh ini saya rasa masih sedikit yang bemain di bisnis produk TI khusus Payroll, dan kami memang sangat fokus di sana. Terbukti kami sudah 25 tahun ada di industri ini,” tegasnya.
Segmen yang disasar Andal adalah segmen middle high, karena Indra melihat banyak perusahaan besar yang butuh keamanan data yang lebih baik. Pemain di bisnis software payroll saat ini ada sekitar 100-an perusahaan. Saat ini, pengguna software payroll Andal baru 200 customer dengan mayoritas dari sektor manufacturing. “Dari market opportunity 2000 perusahaan, Andal menargetkan hingga 2015 sudah punya 500 customer,” tambahnya. 

sumber : http://swa.co.id/entrepreneur/indra-sosrodjojo-dan-pilihan-bisnisnya

0 komentar:

Posting Komentar